Mengapa Kemampuan Artificial Intelligence Tidak Akan Setara dengan Seniman Konvensional

Dengan tidak bosannya banyak sekali obrolan-obrolan manusia yang saat ini menjadi sibuk sekali membahas Artificial Intelligent atau yang sering kita sebut singkat dengan AI. Tentu pembahasan ini menjadi begitu menarik karena kita tahu sendiri setiap akses kehidupan manusia sudah banyak dimasuki oleh AI. Teknologi terbarukan ini telah menjadi 'virus', kecerdasan buatan (AI) telah berkembang pesat dan mulai merambah berbagai bidang, termasuk juga seni. AI telah menunjukkan kemampuan luar biasa dalam menghasilkan karya seni, alhasil banyak konsumen seni telah terpedaya dan terkagum bagaimana AI dapat menjelma menjadi seorang seniman. Tak butuh waktu lama, dalam hitungan detik mesin AI dapat menciptakan karya seni yang dikehendaki oleh penggunanya. Tentu saat ini banyak seniman mulai terasa gerah melihat potensi yang dimiliki oleh AI. Bagi banyak seniman, ada beberapa alasan mengapa AI tidak akan pernah benar-benar setara dengan mereka, dan berikut apa kata para seniman terhadap fenomena AI ini, selamat membaca.
1. Kreativitas dan Emosi Manusia
Seni sering kali lahir dari pengalaman pribadi, emosi, dan pemikiran mendalam yang dimiliki oleh manusia. Seniman konvensional menarik dari pengalaman hidup mereka, perasaan mereka, dan perspektif unik mereka untuk menciptakan karya seni. Karya seni ini sering kali mencerminkan kondisi manusia dan dapat menyentuh hati orang lain secara mendalam. AI, meskipun mampu menghasilkan karya yang secara teknis menakjubkan, tidak memiliki pengalaman hidup atau emosi. AI beroperasi berdasarkan data dan algoritma, bukan pengalaman dan perasaan manusia.
2. Konteks Budaya dan Sosial
Seni sering kali berkaitan erat dengan konteks budaya dan sosial tempat seniman berada. Karya seni konvensional sering kali mencerminkan nilai-nilai, isu-isu sosial, dan tradisi budaya tertentu. Seniman konvensional mampu memasukkan konteks dan makna yang mendalam ke dalam karya mereka, berdasarkan latar belakang dan lingkungan mereka. AI, di sisi lain, bekerja berdasarkan data yang telah diprogramkan dan mungkin tidak sepenuhnya memahami atau mengapresiasi nuansa konteks budaya yang kompleks.
3. Keterampilan Teknikal dan Eksperimen
Pribadi
Seniman konvensional sering kali mengembangkan keterampilan teknikal mereka melalui latihan dan eksperimen berulang. Proses ini sering melibatkan trial and error yang mendalam serta inovasi pribadi. Seniman dapat menciptakan teknik baru dan menyesuaikan pendekatan mereka berdasarkan hasil yang mereka capai. Sementara AI dapat memproses dan memanipulasi teknik yang telah ada, ia tidak dapat secara independen mengembangkan teknik baru atau mengeksplorasi metode eksperimental dengan cara yang sama.
4. Interpretasi dan Makna
Karya seni sering kali diinterpretasikan secara berbeda oleh setiap individu. Makna dan nilai suatu karya seni dapat sangat subjektif dan tergantung pada pengalaman pribadi penikmatnya. Seniman konvensional dapat memberikan konteks tambahan atau latar belakang yang membantu penikmat memahami makna di balik karya mereka. AI, meskipun mampu menghasilkan karya yang dapat dinikmati, mungkin tidak dapat memberikan lapisan makna atau interpretasi yang sama yang ditawarkan oleh seniman manusia.
5. Etika dan Kreativitas Berbasis Data
AI menghasilkan karya seni dengan menganalisis data dan pola yang ada dalam karya seni yang telah ada sebelumnya. Ini berarti bahwa AI mungkin hanya dapat menciptakan variasi dari apa yang sudah ada, bukan menghasilkan sesuatu yang benar-benar inovatif. Selain itu, ada isu etika mengenai hak cipta dan kepemilikan karya seni yang dihasilkan oleh AI. Seniman manusia memiliki hak cipta atas karya mereka dan dapat memberikan otentisitas yang tidak bisa dicapai oleh AI.
Secara keseluruhan, meskipun AI memiliki
potensi untuk merevolusi dunia seni dengan cara baru dan menarik, kemampuannya
tidak akan sepenuhnya setara dengan seniman konvensional. Karya seni yang
dihasilkan oleh manusia membawa dimensi emosional, budaya, dan inovatif yang
unik dan sulit untuk ditiru oleh teknologi. Seniman konvensional, dengan
pengalaman dan perspektif mereka yang mendalam, akan terus memegang peranan
penting dalam dunia seni.
Kontributor: Nizar Sahardani